Sabtu, 05 Juni 2010

tonfa jujitsu

Tonfa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari
Sebuah tonfa.
Tonfa adalah jenis senjata tongkat berasal dari Okinawa, berbentuk sederhana, tongkat lurus dengan pegangan tegak lurus dekat salah satu ujungnya. Alat ini sering kita lihat tergantung pada pinggang para aparat kepolisian yang sedang bertugas mengatur lalu-lintas, yang melakukan pengamanan demonstrasi ataupun yang menangani kerusuhan. Perlu diketahui bahwa alat ini sebenarnya berasal dari Okinawa zaman kuno, tongkat sederhana yang akhirnya berkembang menjadi senjata dalam beladiri selama berabad-abad.

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Sejarah

Dikatakan bahwa tonfa pada awalnya adalah pegangan kayu yang terdapat pada sisi dari gilingan (millstone) atau bagian dari kekang kayu pada kuda -- yang dapat dengan mudah dilepaskan dan dipasang kembali --, dan yang kemudian dikembangkan menjadi senjata saat petani-petani Jepang dilarang menggunakan senjata tradisional mereka. Sumber lain mengatakan bahwa jenis senjata ini memiliki sejarah yang lebih menarik jauh ke belakang ke masa seni beladiri Tiongkok, dan kemudian menyebar dalam budaya Indonesia dan Filipina. Jenis senjata ini juga terlihat di Thailand sebagai Mae Sun Sawk dengan sedikit perbedaannya.

[sunting] Zaman Okinawa kuno

Kobujutsu adalah teknik/seni pertarungan dengan senjata dari Okinawa. Saat ini, banyak teknik yang berorientsi pertarungan nyata (combat-oriented) atau sering disebut jutsu telah banyak digantikan oleh seni/teknik bela diri (martial way), atau disebut do. Begitu juga Kobudo terbentuk dari Kobujutsu. Kebanyakan senjata-senjata tongkat yang digunakan sebagai peralatan pertanian yang sederhana: contohnya bo, yaitu tongkat yang digunakan sebagai alat bantu saat berjalan, atau untuk menggantungkan dua beban/barang bawaan dan dipanggul di pundak (Bhs Jawa : pikulan). Eku adalah dayung nelayan. Dan di mana-mana nunchaku (double stick) digunakan sebagai alat pemukul untuk merontokkan padi.
Penduduk desa atau orang kebanyakan, dilarang memiliki senjata yang lebih maju seperti pedang atau naginata, mengubah peralatan sehari-hari untuk pertahanan atau pembelaan diri. Teknik-teknik yang dipakai dimasukkan dalam kata, atau dalam rangkaian gerakan khusus, yang memungkinkan praktisi kobudo untuk melatih dan mengembangkan pengetahuannya.

[sunting] Teknik satu-tonfa

Tonfa sering digunakan sepasang, satu pada masing-masing tangan, kanan dan kiri. Dengan menggenggam handle dan tangkai (long end) dibalik lengan bagian bawah, penggunaan tonfa dapat diterapkan dengan teknik yang sama seperti teknik tangan kosong. Pada dasarnya, tonfa akan lebih memperpanjang siku penggunanya bila menggunakan pegangan handle. Dua senjata memungkinkan pemakai secara simultan menangkis dengan satu tonfa dan memukul dengan satu tonfa yang lain; kayu keras yang kuat dan padat dapat melindungi dari sabetan pedang.
Teknik-teknik penggunaan tonfa cenderung tetap dan tidak banyak berubah sampai tahun 1971, Lon Anderson mengembangkan teknik “satu-tonfa (single-tonfa )” untuk anggota polisi. Mungkin alasan inilah yang menyebabkan tonfa banyak dipakai saat ini.
Pada tahun 1971, Lon Anderson menggunakan tonfa untuk kinerja kepolisian. Pada era ini Anderson mencoba mengembangkan untuk senjata pemukul bagi polisi, alat pentungan (billy club), tongkat malam (night stick) dan tongkat anti-kerusuhan (riot baton), semua itu pada dasarnya masih merupakan alat pemukul. Monadnock Corporation of New Hampshire memproduksi tongkat Prosecutor PR-24 pertama kali pada tahun 1974.
Tongkat dengan handle (side-handle baton) yang baru ini dengan cepat menjadi popular di kawasan Amerika Serikat (USA). Kini, tidak asing lagi jika melihat petugas patroli berkeliling dengan tonfa di pinggang, padahal senjata ini banyak mengundang kontroversi saat pertama kali diperkenalkan. Saat itu seni beladiri masih merupakan hal baru bagi kebanyakan orang.
Hal yang sama terjadi di Inggris ketika petugas polisi mulai menggunakan tongkat dengan handle tersebut. Hal ini dikarenakan senjata baru ini masih asing dan belum teruji saat itu. Setelah seni beladiri telah menjadi hal yang sudah biasa, menerapkan senjata tradisional untuk alat modern menjadi lebih mudah diterima. Teknik penggunaan tongkat dengan handle (side handle baton ) ini mempunyai banyak kesamaan dengan penggunaan tonfa tradisional, bedanya di sini menggunakan satu tonfa, sementara tangan yang satunya digunakan untuk perlindungan atau memperkuat tangkisan dan pukulan.

[sunting] Tongkat T di Indonesia

Tonfa, yang di Amerika Serikat disebut dengan Side Handle Baton (Tongkat dengan Pegangan) maka di Indonesia alat ini lebih dikenal dengan istilah “Tongkat T”.
Tonfa (Tongkat T) merupakan salah satu jenis senjata yang dipelajari di Institut Ju-Jitsu Indonesia. Teknik penggunaan tongkat T ini dikembangkan oleh Brigadir Jendral Polisi Drs. DPM Sitompul, SH, MH (salah seorang guru besar Institut Ju-Jitsu Indonesia) dan dijadikan alat perlengkapan anggota Polri pada tahun 1999. Pada bulan Maret 2003 merespon permintaan Pusat Pendidikan Tugas Umum Polri (Pusdik Gasum), Porong-Jawa Timur, maka teknik penggunaannya digali dan dikembangkan kembali oleh Pengurus Daerah Institut Ju-Jitsu Indonesia Jawa Timur (Pengda IJI Jatim). Dari studi pengembangan ini dihasilkan metode pembelajaran teknik penggunaan tongkat T, yaitu diberikan nama-nama gerakkan dasar (teknik dasar, pukulan, tangkisan, kuncian) yang dimaksudkan untuk memudahkan latihan dan pengembangannya.
Selanjutnya, atas permintaan Panitia Peringatan HUT POLRI (Hari Bhayangkara) ke-57 tahun 2003, disusun rangkaian gerakan, yaitu Kata I, Kata II, Kata III dan beberapa teknik aplikasi. Rangkaian gerakan tersebut diperagakan pada pelaksanaan upacara peringatan Hari Bhayangkara ke-57 (1 Juli 2003 di Lapangan Terbang Pondok Cabe, Tangerang) oleh 1000 personil, yaitu 500 orang siswa Secapa Polri angkatan ke XXX (Resimen Wira Astha Brata) dan 500 orang siswa Diktukta Pusdik Brimob Watukosek angkatan tahun 2003.

[sunting] Konstruksi

Tonfa atau tongkat T terdiri dari tongkat lurus yang panjangnya sekitar 15 sampai 20 inchi, dengan pegangan (handle) yang membentuk sudut 90 derajat dari masing-masing ujung tongkat/end (short end dan long end). Handle merupakan pegangan yang utama (first-use) dalam penggunaan tonfa, seperti cara untuk memutar silinder-silinder batu yang sangat berat yang digunakan untuk menggiling beras menjadi tepung. Seperti halnya senjata-senjata yang lainnya dalam kobujutsu, teknik pertarungan bersenjata dari Okinawa, tonfa juga terbukti efektif digunakan dalam perkelahian bebas.

[sunting] Bagian–bagian tonfa

Bagian-bagian tonfa.
Seperti yang telah kami kemukakan di bagian terdahulu bentuk tongkat T cukup sederhana. Adapun bagian-bagiannya terdiri atas handle, long end, short end dan knop. Berikut adalah penjelasan istilah-istilah tersebut:
  • handle (pegangan) adalah bagian yang tegak lurus (membentuk sudut 90 derajat) dengan masing – masing ujung tongkat. Sesuai dengan namanya maka fungsi utama handle adalah untuk pegangan.
  • long end adalah bagian batang tongkat yang panjang (diukur dari titik temu pada pangkal handle sampai ujung tongkat). Bagian ini paling banyak digunakan dalam pembelaan diri, baik untuk menangkis maupun untuk melakukan penyerangan.
  • short end adalah bagian batang tongkat yang pendek. Meski tidak sebanyak bagian Long End bagian ini sering juga digunakan untuk melakukan tangkisan atau serangan. Jika dibandingkan dengan Long End, bagian ini masih lebih memungkinkan digunakan untuk pegangan. Meski demikian pegangan pada handle adalah yang paling utama karena paling efektif dan efisien.
  • knop adalah bagian tongkat yang berbentuk agak bulat (setengah bulat /berupa benjolan) yang terletak pada ujung handle. Fungsi sebenarnya adalah untuk penahan agar pegangan tangan pada tongkat (handle) tidak mudah lepas. Walau demikian dari hasil studi pengembangan oleh I.J.I Pengda Jatim, knop dapat juga digunakan untuk melakukan penyerangan.

[sunting] Bahan pembuat tonfa

Jika pada zaman Okinawa kuno bahan pembuat tonfa adalah kayu dewasa ini seringkali telah diganti dengan bahan-bahan sintetis, di antaranya adalah Polypropylen dan modifikasi dari Polycarbonat.

[sunting] Teknik penggunaan tonfa

Salah satu seni beladiri yang memanfaatkan tonfa adalah Ju-Jitsu. Di mana dalam filosofi Ju-Jitsu segala sesuatu yang ada bisa menjadi senjata. Selanjutnya suatu senjata akan dapat digunakan untuk menyerang bukan hanya pada sisi tajamnya saja. Demikian pula suatu senjata yang berada di tangan seorang Ju-Jitsan (siswa Ju-Jitsu) akan dapat digunakan untuk menyerang dari sisi manapun bagian senjata tersebut.
Tonfa atau Tongkat T memiliki tiga bagian penting yang dapat dijadikan pegangan yang sekaligus ujung serangan yaitu : handle, short end dan long end.
Teknik penggunaan tonfa dapat dibuat sangat sederhana/mudah, karena itu memungkinkan untuk diajarkan dengan cepat untuk calon polisi baru. Dengan memegang handle, bagian ujung yang panjang (long end) dari tangkainya diletakkan dibalik lengan bagian bawah, pemakai tonfa dapat memperkuat lengannya dan melakukan gerakan tangkisan atau pukulan seperti biasa.
Apabila hanya menggunakan satu tonfa, tangan yang tidak memegang tonfa dapat digunakan untuk melindungi kepala atau untuk memperkuat pukulan, tusukan atau sodokan.
Teknik pukulan yang lebih lanjut dengan mengendorkan genggaman pada handle dan mengayunkan ujung panjang (long end) dari tangkai tongkat dengan lintasan melengkung, untuk memukul sasaran pada jarak menengah. Serangan ayunan (swing) ini dapat dikombinasikan secara berantai, tergantung pada pukulannya dengan maju dan mundur, atau membentuk lintasan angka delapan.
Dalam hal ini teknik pegangan difokuskan pada Teknik pegangan Handle yang merupakan pegangan utama (first-use). Karena pegangan ini mempunyai efektifitas paling tinggi, serta mudah untuk dipelajari bagi anggota kepolisian, dan dalam penampilannya pegangan ini bagi anggota Polri yang bertugas di lapangan menghindarkan kesan arogansi.
Cara memegang akan sangat menentukan bentuk serangan. Bagi aparat kepolisian dalam melaksanakan tugas di lapangan cara memegang tongkat T tidak pada Handle-nya akan menghasilkan teknik pukulan yang hanya akan mengarahkan aparat petugas berpenampilan arogansi.
Tonfa memang jarang ada dalam film, tidak seperti nunchaku. Tetapi sebenarnya senjata ini jauh lebih praktis, lebih mudah dipelajari penggunaannya dan bentuknya sederhana. Meskipun demikian, teknik penggunaan tonfa yang lebih lanjut, lebih maju dan lebih tinggi lagi masih merupakan tantangan bagi para praktisi beladiri yang telah berpengalaman. Karakteristik inilah yang mendorong IJI Pengda Jatim menggali dan mengembangkan tonfa untuk aplikasi yang lebih luas.

Sabtu, 29 Mei 2010

SEJARAH KARATE

Sejarah Karate
Sebuah teori mengatakan bahwa asal mula karate berasal dari ilmu bela diri Okinawa. Te atau Okinawa-Te adalah seni bela diri asli setempat yang telah mengalami perkembangan berabad-abad lamanya, dan kemudian banyak dipengaruhi oleh teknik perkelahian yang dibawa oleh para ahli seni bela diri China yang mengungsi ke Okinawa. Sekitar Abad ke5, seorang pendeta Budha yang terkenal bernama Bodhidharma (Daruma Daishi) mengembara dari India ke China untuk menyebarkan dan membetulkan agama Budha yang menyimpang selama ini di Kerajaan Liang dibawah Kaisar Wu. Setelah perselisihannya dengan Kaisar Wu karena perbedaan pandangan dalam ajaran agama Budha, Bodhidharma mengasingkan diri di biara Shaolin Tsu di pegunungan Sung di bagian selatan Loyang Ibukota Kerajaan Wei. Di situ lah dia melanjutkan pengajarannya dalam agama Budha dan menjadi cikal-bakal Sekte Zen.
Para Rahib Budha China pada waktu itu begitu lemah badannya, sehingga mereka tidak dapat menjalankan pelajaran-pelajarannya dengan baik. Setelah dia tahu hal ini, dia memberikan Buku Kekuatan Fisik kepada murid-muridnya, suatu buku petunjuk mengenai latihan fisik. Buku ini mengajarkan teknik pukulan yang dinamakan 18 Arhat, yang kemudian menjadi terkenal sebagai Shaolin Chuan. Suatu pendapat lain mengatakan, bahwa cerita di atas tadi adalah dongeng semata-mata. Bagaimanapun juga Bodhidharma adalah anak laki-laki ke-3 (tiga) dari Raja India Selatan. Dan sebagai Pangeran, dia ahli ilmu perang yang menjadi salah satu pendidikannya, hal serupa dengan Sakyamuni. Lagi pula hanya orang dengan pikiran dan badan yang kuat yang dapat mengadakan perjalanan yang demikian jauh dan banyak rintangannya.
Seorang ahli ilmu bela diri lain yang sangat terkenal yang muncul pada jaman Dinasti Sung (920-1279 M) adalah Chang Sang Feng (Thio Sam Hong). Awalnya Chang belajar ilmu bela diri pada Shaolin Tsu , kemudian mengasingkan diri di gunung Wutang (Butong). Di tempat inilah dia mengamati macam-macam gerakan binatang, seperti kera, burung bangau, dan ular. Berdasarkan pengamatannya, dia menciptakan gaya perkelahian yang khas dengan pribadinya yang disebut aliran Wutang. Kalau Shaolin Chuan hanya dipraktekkan oleh para Pendeta Budha, maka aliran Wutang ini diperuntukkan orang awam yang tidak ada ikatan dengan aliran Kuil manapun. Chang mengaja rkan supaya menerima pukulan lawan dengan gaya lemah gemulai seperti air yang mengalir dan menyerang dengan satu kepastian untuk mengakhiri perlawanan dengan sekali pukul. Ciptannya didasari dengan gagasan tentang harus adanya gerak melingkar yang luwes dan gerakan ujung yang tajam. Aliran ini selanjutnya punya dampak yang luas di dalam perkembangan seni bela diri di China. Gaya aliran Wutang ini segera tersebar merata di seluruh Wilayah China bagian utara yang pada masa kemudian akan berkembang menjadi Taichi-Chuan, Hsingi-Chuan, dan Pakua-Chuan.
Masih terdapat banyak tokoh seni bela diri yang menciptakan gaya dan aliran masing-masing. Diantaranya Chueh Yuan yang juga pernah belajar di Shaolin Tsu. Pada tahun 1151-1368 M dia berhasil menciptakan aliran baru dengan cara memperluas 18 pukulan Arhat menjadi 72 jurus. Dia berkeliling ke banyak Wilayah China dan kemudian bertemu dengan Po Yu Feng yang menciptakan pukulan Wu Chuan. Keduanya mengadakan kerjasama menciptakan satu aliran baru yang mencapai 170 macam gaya ilmu pukulan, diantaranya Lima Tinju, Tinju Naga, Tinju Harimau, Tinju Bangau, Tinju Macan Tutul, dan Tinju Ular. Di seluruh Wilayah China yang begitu luas, berbagai macam gaya dan aliran bela diri dikembangkan, yang akhirnya menyesuaikan diri deng an sifat-sifat lingkungan di mana gaya dan aliran itu berkembang dan dipraktekkan. Namun pada umumnya, berbagai aliran dan gaya yang ada dapat dibagi menjadi dua aliran yaitu aliran UTARA dan aliran SELATAN.
Aliran Selatan berasal dari daerah China Selatan di bagian hilir sungai Yang Tse. Karena beriklim sedang, sumber kegiatan ekonomi yang paling utama di wilayah ini adalah pertanian khususnya beras. Rakyat setempat cenderung bertubuh gempal dan kuat karena kegiatan kerja di sawah. Disamping itu di wilayah selatan terdapat banyak sekali sungai, sehingga alat lalu lintas yang utama adalah perahu. Dengan mendayung sehari-hari menyebabkan badan bagian atas lebih berkembang. Maka dengan demikian aliran selatan ini menekankan pada gaya melentur dan penggunaan tangan dan kepala.
Aliran Utara berkembang di wilayah China Utara di bagian hulu Sungai Yang Tse, dimana sifat daerahnya adalah pegunungan. Mengingat di wilayah ini banyak orang terlibat dengan perburuan binatang dan penebangan kayu sebagai sumber nafkah. Maka aliran utara ini lebih menekankan pada gerakan yang lincah dan penggunaan teknik tendangan.
Selama masa peralihan dari Dinasti Ming ke Dinasti Ching, sejumlah ahli bela diri China melarikan diri ke negara lain untuk membebaskan diri dari penindasan dan pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh orang-orang Manchu yang menguasai China. Sebagai akibatnya ilmu bela diri China dari Jaman Ming ini disebarkan ke berbagai negara lain termasuk ke Jepang, Korea, Asia Tenggara, dan juga Kepulauan Okinawa. Salah seorang diantaranya Chen Yuan Pao yang menuju ke Jepang, dimana dia selanjutnya mengajarkan gagasan dan teknik Judo. Sampai pada abad ke-15 Kepulauan Okinawa terbagi menjadi 3 (tiga) Kerajaan. Dan pada tahun 1470 Youshi Sho dari golongan Sashikianji berhasil mempersatukan semua pulau di Kepulauan Okinawa di bawah kekuasaannya. Penguasa ke-2 dari golongan Sho, yaitu Shin Sho, menyita dan melarang penggunaan senjata tajam. Kemudian Keluarga Shimazu dari Pulau Kyushu berhasil menguasai Kepulauan Okinawa, tetapi larangan terhadap pemilikan senjata tajam masih terus diberlakukan. Sebagai akibatnya, rakyat hanya dapat mengandalkan pada kekuatan dan ketrampilan fisik mereka untuk membela diri.
Pada saat yang sama, ilmu bela diri dari China mulai diperkenalkan di Okinawa melalui para pengungsi yang berdatangan dari China yang saat itu sudah dikuasai oleh bangsa Manchu (Dinasti Ching). Diantara para pengungsi itu ada sejumlah ahli seni bela diri dari China. Pengaruh ilmu bela diri dari China ini dengan cepat sekali menjalar ke seluruh Kepulauan Okinawa. Melalui ketekunan dan kekerasan latihan, rakyat Okinawa berhasil mengembangkan sejenis gaya dan teknik berkelahi yang baru yang akhirnya melampaui sumber aslinya. Aliran-aliran seni bela diri Te (aslinya Tode atau Tote) di Okinawa terbagi menurut nama daerah perkembangannya menjadi Naha-te, Shuri-te, dan Tomari-te. Naha-te mirip dengan seni bela diri China aliran selatan, khususnya dalam pola gerakan yang dilaksanakan dengan gaya yang kokoh dan sangat tepat bagi orang yang bertubuh besar. Shuri-te mirip dengan seni bela diri China aliran utara yang pola gerakannya lebih menekankan kegesitan dan keringanan tubuh. Sementara kaum Shimazu makin memperketat larangan atas pemilikan senjata tajam, latihan pola bela diri Te ini makin berkembang.
Di Jepang sendiri juga telah ada pola bela diri sejak jaman dulu. Diantaranya yang sangat terkenal sampai saat ini ialah gulat Sumo. Dahulu Sumo sifatnya sangat keras dan ganas, dimana para pesertanya diperbolehkan saling pukul dan tenda ng dan secara mental memang sudah siap mati. Baru pada abad ke-8, pukulan dan tendangan yang mematikan tidak diperbolehkan lagi. Pertandingan Sumo kemudian sudah sangat mirip dengan pertandingan Sumo pada masa sekarang ini. Tokoh seni bela diri China yang mengungsi dari penjajahan bangsa Manchu juga tersebar ke seluruh Jepang. Berbagai macam gaya dan teknik yang mereka sebarkan menyebabkan timbulnya aliran-aliran baru. Di bawah pengaruh dan bimbingan Chen Yuan Pao, aliran Jiu Jitsu atau seni beladiri aliran lunak didirikan oleh beberapa tokoh beladiri Jepang. Konsep bahwa "Kelunakan dapat mengalahkan kekerasan" dinyatakan berasal dari China, dan aliran ini mengembangkan pengaruhnya yang penting pada pola bela diri lainnya. Diantaranya yang sangat populer ial ah Judo yang didirikan oleh Jigoro Kano.
Karena keuletannya untuk meneliti, melatih, dan mengembangkan diri, Judo telah berhasil diterima merata di seluruh Jepang sebagai satu cabang olah raga modern. Pada tahun 1923, Gichin Funakoshi yang lahir di Shuri, Okinawa pada tahun 1869 untuk pertama kalinya memperagakan Te atau Okinawa-Te ini di Jepang. Berturut-turut kemudian pada tahun 1929 tokoh-tokoh seperti Kenwa Mabuni, Choyun Miyagi berdatangan dari Okinawa dan menyebarkan karate di Jepang. Kenwa Mabuni menamakan alirannya Shitoryu, Choyun Miyagi menamakan alirannya Gojuryu, dan Gichin Funakoshi menamakan alirannya Shotokan. Okinawa Te ini yang telah dipengaruhi oleh teknik-teknik seni bela diri dari China, sekali lagi berbaur dengan seni bela diri yang sudah ada di Jepang, sehingga mengalami perubahan-perubahan dan berkembang menjadi Karate seperti sekarang ini. Berkat upaya keras dari para tokoh ahli seni bela diri ini selama periode setelah Perang Dunia II, Karate kini telah berkembang pesat ke seluruh dun ia dan menjadi olah raga seni bela diri paling populer di seluruh dunia. Masutatsu Oyama sendiri kemudian secara resmi mendirikan aliran Karate baru yang dinamakan Kyokushin pada tahun 1956.2. Sejarah Kyokushin.
Kyokushin didirikan oleh Sosai Matsutatsu Oyama yang dilahirkan pada tanggal 12 Juli 1923 di Qa Ryong Ri, Yong Chi Myo’n, Chul Na Do, Korea Selatan. Dilahirkan dengan nama Young Li (Hyung Ye), tetapi setelah berimigrasi ke Jepang memaksanya untuk memakai nama Jepang. Dia memilih nama Oyama yang berarti “Gunung Agung”. Dalam usia yang relatif muda dia dikirim ke Manchuria Cina dan hidup di lahan pertanian milik saudara perempuannya. Saat itu dia mempunyaiidola seorang petarung lokal yang biasa bertanding pada acara perayaan sehabis panen. Kemanapun petarung itu pergi untuk bertanding dia selalu mengikutinya. Hingga suatu saat setelah memenangkan pertandingan, petarung itu dengan sombongnya menantang semua orang yang ada di arena untuk maju bertarung. Bebarapa saat lamanya tidak ada yang berani maju untuk menghadapi petarung itu, sampai akhirnya majulah seorang lelaki tua kecil maju ke arena. Semua penonton mencemooh orang tersebut tak terkecuali petarung tersebut. Singkatnya terjadilah pertarungan sengit dan dimenangkan dengan singkat oleh orang tua tersebut. Belum habis rasa heran para penonton orang tua tersebut langsung menghilang di kerumunan. Siapakah orang tua itu ?. Ternyata dia adalah Mr. Yi, orang yang bekerja pada saudara perempuannya. Demi melihat idolanya jatuh tersungkur dalam pertarungan singkat oleh Mr. Yi maka dia merengek minta diajarkan cara bertarung oleh Mr. Yi. Semula Mr. Yi menolaknya dengan alasan dia masih terlalu muda bahkan masih anak-anak. Tetapi karena melihat keinginan yang kuat akhirnya Mr. Yi mengabulkannya. Mulailah dia belajar beladiri Shaku-riki (Kempo Cina) dengan keras setiap harinya, dan setelah 2 tahun mencapai tingkatan Dan I. Pada umur 12 tahun dia kembali lagi ke Korea dan melanjutkannya dengan latihan beladiri Korea yang dikenal dengan nama Taiken atau Chabee. Beladiri Korea ini merupakan campuran dari Kempo, Kungfu, dan Jiu Jitsu. Latihan ini berlangsung hingga dia berumur 13 tahun. Kemudian dia pindah ke Tokyo Jepang untuk memasuki Sekolah Teknik Penerbangan agar bisa seperti Bismarck, idolanya saat itu. Dia kemudian memasuki Institut Penerbangan di Yamanashi. Bertahan hidup sendiri pada usia semuda itu membuktikan lebih sulit dari yang dia kira., terutama bagi pendatang Korea di Jepang. Selama mengikuti pendidikan dia mulai berlatih Tinju dan Judo. Suatu hari dia mendapat informasi mengenai Okinawa Karate. Dia tertarik dan mulai berlatih Karate di Dojo Universitas Takushoku Tokyo dibawah asuhan langsung Pelatih Gichin Funakoshi, yang sekarang dikenal dengan Shotokan Karate. Perkembangan latihannya mengalami kemajuan yang sangat mengesankan. Pada usia 17 tahun mencapai sabuk Dan II dan pada usia 20 tahun mencapai sabuk Dan IV. Di satu sisi dia juga serius berlatih Judo, namun dalam perkembangannya tidaklah terlalu menggembirakan. Kemudian dia berhenti berlatih Judo setelah berlatih kurang lebih selama 4 tahun dan mencapai sabuk Dan IV.
Pada saat itu tahun 1943 Perang Dunia II tengah berlangsung dan dia kemudian memasuki Akademi Militer Butokukai Kekaisaran Jepang yang mempunyai spesialisasi dalam perang gerilya, spionase, dan ketrampilan ilmu beladiri individu. Belum sempat dia ditugaskan Perang Dunia II telah berakhir dengan kekalahan Jepang pada, ini merupakan penghinaan bagi dirinya sehingga dia harus keluar dari Akademi Militer dan menjadi pengangguran. Dalam masa ini kehidupannya menjadi kacau. Julukan “Trouble Maker” atau biang kerok dari setiap perkelahian di Tokyo melekat pada dirinya. Hingga dia harus sering keluar masuk tahanan. Dia pun menjadi incaran Polisi Militer Tentara Sekutu yang menduduki Jepang akibat sering terlibat perkelahian dengan tentara Sekutu (AS). Pada saat itu dia melanjutkan latihan Karate dibawah asuhan Master So Nei Chu, seorang Korea yang tinggal di Jepang. Dimana Master So merupakan Ahli Goju Karate yang merupakan murid langsung dari Choyun Miyagi, pendiri Goju Karate. So Nei Chu memperbarui kondisi fisik dan jiwanya untuk dipersiapkan sebagai pemimpin Goju Karate di Jepang nantinya menggantikan Master Choyun Miyagi. Itulah mengapa Master So mendorong dia untuk menyepi, menempa kekuatan fisik, kemampuan teknik, dan jiwanya di pegunungan. Disertai oleh salah seorang murid Master So dia hidup menyepi dan terisolasi selama 6 bulan, tetapi murid tersebut tidak tahan dan diam-diam meninggalkannya. Hal itu malah membuatnya tambah giat berlatih sendiri untuk menjadi seorang Karateka terkuat di Jepang. Setelah 14 bulan Master So memberitahu bahwa dia tidak dapat lagi membantunya, sehingga memaksa Oyama turun gunung. Kemudian di tahun 1947 setelah turun gunung dia mencoba kemampuannya di Kejuaraan Seni Bela Diri Jepang Divisi Karate, dan dia memenangkannya.
Namun demikian dia merasakan kegalauan setelah kesepian selama 3 tahun, hingga akhirnya dia memutuskan untuk totalitas mengabdikan seluruh hidupnya pada Karate. Ini juga berangkat dari keprihatinannya melihat karate yang berkembang lebih mirip sebagi tarian. Untuk itu ia berobsesi ingin menjadikan Karate sebagai teknik seni beladiri murni. Dia kemudian memulai lagi meyepi di Pegunungan Kiyozumi di Chiba Prefecture (Distrik). Dia memilih tempat ini untuk meningkatkan semangatnya sebagaimana telah dilakukan oleh Master Zen, seorang Pendeta Budha dan tokoh Seni Beladiri. Dia berlatih 12 jam sehari setiap hari tanpa istirahat. Berdiri tegak di bawah hantaman air terjun pegunungan, memecahkan batu kali dengan tangannya, menggunakan pohon sebagai sasaran tinjunya, dan berlari melompati ranting-ranting pohon ratusan kali setiap hari. Setelah 18 bulan dia merasa cukup percaya diri dan dapat mengendalikan dirinya sepenuhnya dia memutuskan untuk kembali turun gunung.
Di tahun 1950 Sosai Oyama mulai menguji kekuatannya pada sapi di tempat penyembelihan sapi. Pada awalnya mengalami kegagalan sehingga menyebabkan sapi tersebut lepas dari ikatannya dan mengamuk memporak porandakan apa saja di tempat penyembelihan tersebut. Pemilik rumah penyembelihan tersebut tidak marah dan memaklumi kegagalan Masutatsu Oyama, karena dari awalnya ia tidak yakin Masutatsu Oyama bisa membunuh sapi dengan kepalan tangannya. Melihat kegagalan tersebut Masutatsu Oyama berlatih lagi dengan keras untuk meningkatkan kekuatannya, dan mencobanya lagi. Kali ini ia berhasil. Kemudian ia tercatat beberapa (52) kali malakukan demonstrasi bertarung dengan sapi. Beberapa di antaranya terbunuh dalam singkat dan beberapa di antaranya dipatahkan tanduknya. Namun demikian ia pernah cidera dan hampir terbunuh dalam demonstrasi di Mexico tahun 1957 pada usia 34 tahun yang mengakibatkannya harus dirawat dan istirahat selama 6 bulan untuk memulihkan kekuatannya kembali. Setelah apa yang dilakukan Masutatsu Oyama ini banyak mendapat kecaman dari kelompok penyayang binatang barulah ia menghentikannya.
Pada tahun 1952 Masutatsu Oyama melakukan tour ke Amerika Serikat untuk memperkenalkan dan mendemonstrasikan Karatenya. Dia berkeliling ke seluruh Amerika Serikat bertemu dan bertarung dengan banyak orang, dengan petinju, pegulat, karate, kungfu dan sebagainya. Kebanyakan dikalahkannya hanya dengan satu kali pukulan. Kebanyakan tidak lebih dari 3 detik, dan sangat jarang yang lebih dari 3 detik. Prinsip bertarungnya sangat sederhana, bila ia memukulmu maka kamu hancur. Bila kamu menangkis dengan tangan, maka tanganmu akan hancur. Bila kamu tidak menangkis maka badanmu yang akan hancur. Dia terkanal sebagai “Godhand” atau tangan Tuhan, sebuah manifestasi kehidupan Pahlawan Jepang masa lalu yang disebut “Ichi Geki”, “Hissatsu”, atau “Satu serangan, satu nyawa”. Baginya itulah hakekat sebenarnya dari Karate. Gerak langkah kaki, tipuan, dan teknik-teknik yang rumit adalah nomor berikutnya. Selama di Amerika Serikat dia bertemu dan akhirnya bersahabat dengan Jacques Sandulescu yang hingga sekarang masih berlatih dan menjabat sebagai Advisor pada International Karate Organization (IKO 1). Pada tahun 1953 Masutatsu Oyama membuka Dojo pertama kalinya di Mejiro pinggiran Tokyo. Pada tahun 1956 membuka Dojo yang sebenarnya yang dipakainya bergantian dengan seorang pelatih Balet. Dojo tersebut terletak di samping Universitas Rikkyo, kurang lebih 500 meter dari Dojo Honbu (Pusat) sekarang. Pada tahun 1957 mempunyai anggota 700-an orang, namun demikian angka droup-outnya sangat tinggi karena latihannya sangat keras. Banyak ahli-ahli beladiri lain yang ikut berlatih di sini hanya untuk “Jis Sen Kumite” atau bertarung secara full body contact. Kenji Kato Salah satu pelatihnya mengatakan bahwa mereka melakukan penelitian dari banyak gaya beladiri dan mengambil banyak teknik untuk menjadikannya teknik berkelahi yang sebenarnya. Inilah yang menjadi perhatian Masutatsu Oyama. Dia mengambil teknik dari semua beladiri tidak terkecuali dari karate sendiri. Anggota Dojo Oyama mempelajari Kumite dengan serius, sebagai seni beladiri. Sehingga mereka berharap untuk dapat memukul dan dipukul. Dalam Dojo Oyama Kumite memakai sistem full body contact, dimana diperbolehkan memukul dan menendang sekeras-kerasnya sampai lawan terjatuh atau KO. Dengan beberapa larangan antara lain memukul kepala, leher, selangkangan (kemauan) , menangkap atau memegang (lebih 3 detik) dan membanting tidak diperbolehkan, menendang kepala diperbolehkan. Ronde dalam Kumite tidak terbatas dan terus berlangsung sampai salah satu kalah atau terjatuh KO. Itulah mengapa angka droup outnya sangat tinggi sekali, mencapai 90 %.
Pada tahun 1952 dalam sebuah demonstrasi di Hawaii Masutatsu Oyama bertemu dengan Bobby Lowe yang terpana akan kehebatan Masutatsu Oyama. Sebenarnya prestasi Bobby Lowe tidaklah jauh berbeda dengan Masutatsu Oyama. Ayahnya seorang pelatih Kungfu, dan pada umur 23 tahun sudah menyandang Dan IV Judo, Dan III Kempo, Dan I Aikido, dan juga sebagai petinju Kelas Welter. Itu tidak lama sebelum kemudian Bobby Lowe menjadi Kyokushin “Uchi deshi” atau “Live-in student “ atau “Murid mondok” pertama kali dengan Masutatsu Oyama. Dia berlatih setiap hari dengan Masutatsu Oyama selama satu setengah tahun. Akhirnya waktu “Uchi deshi” menjadi 1000 hari untuk pemula. Ini menjadikannya terkenal sebagai “Wakajishi” atau “Young Lions” atau “Singa Muda” dari Masutatsu Oyama. Hanya sedikit dari ratusan pelamar yang diterima sebagai “Kyokushin Uchi deshi”. Pada tahun 1957 Bobby Lowe kembali ke Hawaii dan membuka Dojo Oyama pertama kali di luar Jepang.
Permulaan Kyokushin, Dojo Pusat seluruh dunia (Honbu) resmi dibuka pada bulan Juni 1964, dan resmi memakai nama “Kyokushin” yang berarti “Puncak kebenaran/ segala-galanya”. Kemudian Kyokushin menyebar ke lebih dari 120 negara dengan anggota terdaftar lebih dari 12 juta (1998), dan menjadikannya organisasi seni beladiri terbesar di dunia. Beberapa pemegang sabuk hitam terkenal antara lain Aktor Sean Connery (Dan I Kehormatan), Aktor Dolph Lundgren (Dan III, Juara Kelas Berat), Presiden Nelson Mandela (Dan VIII Kehormatan), dan yang terakhir Perdana Menteri Australia John Howard (Dan V Kehormatan). Namun sayang sekali pada tanggal 26 April 1994 Masutatsu Oyama wafat karena menderita Kanker Paru-paru walaupun bukan perokok. Ketika masih dalam perawatan sebelum meninggal dan dalam kegalauan Masutatsu Oyama menunjuk Shihan Akiyoshi Matsui (Dan VIII) sebagai penggantinya untuk memimpin Organisasi. Ternyata hal ini menimbulkan masalah baru karena berbagai kepentingan politik dan ekonomi, terutama bagi para senior Shihan Akiyoshi Matsui. Sehingga akhirnya Kyokushin melahirkan beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok saling mengklaim dirinyalah yang paling benar dan berhak mewarisi Kyokushin dari Sosai Masutatsu Oyama. Kelompok-kelompok tersebut diantaranya dipimpin oleh Shihan Yukio Nishida dan Shihan Keiji Senpei yang mendirikan International Karate Organization Kyokushinkaikan yang bermarkas di Sinjuku Tokyo, yang sekarang lebih dikenal dengan IKO 2. Dan yang terakhir Shihan Yoshikazu Matsushima dan Shihan Nobuhito Tezuka dari Jepang serta Shihan John Taylor dari Australia mendirikan International Karate Organization Kyokushinkaikan yang bermarkas di Chiba Jepang, atau yang lebih dikenal dengan IKO 3. Kelompok Shihan Akiyoshi Matsui sendiri selanjutnya lebih dikenal sebagai IKO 1 dan bermarkas di Honbu lama di Ikebukuro Tokyo. Sebelum itu pada tahun 1991 Hanshi Steve Arneil dari Inggris juga memisahkan diri dengan IKO 1 dan mendirikan International Federation Karate (IFK) yang berpusat di London Ingggris. Selain itu banyak dari murid Sosai Masutatsu Oyama yang akhirnya memisahkan diri dari induknya dan mengembangkan sendiri dengan tetap menjaga teknik asli Kyokushin dan mengembangkan teknik sendiri seperti Shigeru Oyama di Amerika Serikat yang mendirikan World Oyama Karate (WOK) pada tahun 1981, Hideyuki Ashihara pada tahun 1980 mendirikan Ashihara Karate International (AKI), Tadashi Nakamura pada tahun 1976 mendirikan World Seido Karate Organization (WSKO), Yoshiji Soeno pada tahun 1981 mendirikan World Karate Association Shidokan (WKAS), dan sebagainya.
Kejadian seperti ini juga melanda Kyokushin di Indonesia yang pertama kali didirikan oleh Shihan Nardi T. Nirwanto dengan nama Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai Karate-Do Indonesia (PMKKKI) yang berpusat di Batu – Malang pada tahun 1967. Pada sekitar tahun 1972 berdiri organisasi Kala Hitam Kyokushinkaikan yang didirikan oleh Kancho Winta Karna dengan pusat di Medan. Selanjutnya pada tahun 1982 karena ketidak cocokan mengenai masalah organisasi dengan Shihan Nardi, berdiri Kyokushin Karate Indonesia yang dipimpin oleh Ketua Dewan Guru Shihan JB. Sujoto yang juga merupakan murid kepercayaan Shihan Nardi. Pusat perguruan Kyokushin Karate Indonesia berada di Semarang. Dan pada sekitar tahun 2001 sebagian anggota Kyokushin Karate Indonesia pimpinan Shihan JB. Sujoto juga mendirikan organisasi sendiri dengan nama IKO Kyokushinkaikan Karate-Do Indonesia yang di pimpin oleh Shihan MS. Dadang UB dengan pusat di Bekasi.
Namun demikian dari ke empat organisasi kyokushin yang ada, perbedaan dari semua itu hanyalah pada organisasinya saja, sedangkan kurikulum maupun materi latihannya serta isi keseluruhannya tetap sama dengan masih memakai standard Kyokushin Internasional.
Kyokushin Karate Indonesia sendiri dalam perkembangannya selain beberapa kali menggelar Kejuaran Lokal dan antar Dojo juga beberapa kali menggelar Kejuaraan Tingkat Nasional. Di tingkat Internasional beberapa kali ikut aktif dengan mengirimkan beberapa anggotanya untuk berpartisipasi dalam berbagai Turnamen Internasional diantaranya dalam Kejuaraan Asia di Singapura tahun 1991, World Open Tournament tahun 1984, 1987, 1991 dan 1995.
Pada Kejuaraan Asia di India pada bulan Oktober 1996, Sempai Collins O'Mogot dari Cabang Jakarta memenangkan Juara IV. Disamping aktif mengirimkan para atletnya di berbagai Turnamen juga aktif mengirimkan delegasinya sebagai Wasit. Tahun 1999 mengirimkan 2 atletnya Anthony F. Pajew dan Mario Christi ke World Open Tournament ke Jepang, juga dilanjutkan dalam World Open Turnamen tahun 2003. Yang terakhir adalah Kejurnas XII Kyokushin yang digelar di Tenggarong Kaltim pada bulan Agustus 2004, dan Kejuaraan Asia X yang digelar pada bulan Novermber 2004 di Denpasar Bali. Pada tahun 2006 ini rencananya akan digelar Kejurnas XIII yg akan digelar pada tanggal 24 Juni di Bantul. Akan tetapi karena tidak memungkinkan akibat bencana gempa bumi tempat kejurnas dipindahkan ke Malang dan akan dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus 2006. Terakhir di tahun 2006 akan digelar Kejuaraan International Terbuka bertajuk "Indonesia Open Tournament II" di Denpasar Bali pada tanggal 19 November 2006 nanti yg akan diikuti oleh peserta dari berbagai negara di Asia.
Untuk tingkat internasional, Kyokushin Karate Indonesia pimpinan Shihan JB. Sujoto meng-induk ke IKO-1 pimpinan Akiyoshi Matsui, dan IKO Kyokushinkaikan Karate-Do Indonesia pimpinan Shihan MS. Dadang UB meng-induk ke IKO-5 pimpinan Shihan Shigeru Tabata. Sementara itu PMK Kyokushin pimpinan Shihan Nardi dan Kala Hitam pimpinan Kancho Winta Karna memilih independen dengan tidak menginduk ke Organisasi Kyokushin Internasional.
Di tahun 2007 ini Kyokushin Karate Indonesia berencana menggelar kembali "3rd Indonesia Open Karate Tournament" yang rencananya akan digelar sekitar bulan Agustus 2007 di GOR Sumantri Brojonegoro Kuningan Jakarta. Akan diikuti oleh peserta dari beberapa negara Asia seperti Singapore, Philipina, China, India, Iran, dll.

SELAYANG PANDANG PERKEMBANGAN JUJITSU I-KYUSHIN RYU DI INDONESIA

SELAYANG PANDANG PERKEMBANGAN JUJITSU   I-KYUSHIN RYU   DI INDONESIA
Pada tahun 1942 R. SOETOPO  adalah seorang pejuang yang tergabung pada pasukan Pembela Tanah Air di Jawa Timur, semasa bermukim di barak pasukan PETA beliau digembleng beladiri Jujitsu yang beraliran Kyushin – Ryu oleh tentara Dai Nippon yang bernama Mr. ISHIKAWA. Sesudah masa kemerdekaan beliau pulang ke kota kabupaten Ponorogo Jawa Timur dimana beliau berasal dengan pangkat Kapten AD sampai dengan purnawirawan.
Pada tahun 1964 Bpk. Kapten (pur.) R. SOETOPO atas keterampilan beladiri semasa perjuangan sebagai PETA maka beliau diminta menjadi pembina persatuan JUDO di kota Ponorogo sambil menurunkan ilmu beladirinya kepada pemuda DPM SITOMPUL dan diikuti adiknya FIRMAN P.H SITOMPUL dan beberapa kawannya.
Pada tahun 1967 DPM SITPMPUL bersama FIRMAN P.H SITOMPUL disesepuhi oleh Bpk. R SOETOPO mendirikan perguruan beladiri yang diberinama perguruan JU-JITSU BANTARAN ANGIN disingkat PERYUBANTA yang berpusat di kab. Ponorogo Jatim dan membuka kesempatan kepada masyarakat muda Ponorogo untuk bergabung menjadi murid Ju-Jitsu, diantaranya HERU NURCAHYO
Pada tahun 1970 terjadi kekosongan pelatih-pelatih handal PERYUBANTA  karena meneruskan studinya keluar daerah Ponorogo diantaranya DPM SITOMPUL diterima di AKABRI dan kelanjutan PERYUBANTA dipegang oleh FIRMAN PH SITOMPUL, bersama HERU NURCAHYO, SUSILO HADI SANTOSO  dkk.
Pada tahun 1972 SERMATAR DPM SITOMPUL setelah mendapat pengukuhan Instruktur Ju-Jitsu di AKPOL, maka beliau langsung merevitalisasi PERYUBANTA menjadi JU-JITSU BANTARAN ANGIN  I-KYUSHIN RYU  dengan melantik FIRMAN PH SITOMPUL dari SAKURA III menjadi DAN III JU-JITSU, HERU NURCAHYO  SAKURA I menjadi DAN I JU-JITSU serta SUSILO HADI SANTOSO  SAKURA I menjadi DAN I JU-JITSU
[Ishikawa digabungkan pada aliran kyushin ryu hanya untuk mengenang]
Pada tahun 1981 Pusat Ju-jitsu BANTARAN ANGIN I-KYUSHIN RYU dipindahkan ke Ibukota DKI Jkarta, dan diadakan revitlisasi organisasi dari JU-JITSU BANTARAN ANGIN  I-KYUSHIN RYU menjadi INSTITUT JU-JITSU INDONESIA (IJI) diaktenotariskan dengan berbadan hukum  YAYASAN IJI dengan pendirinya  : H.J HUTAGAUL, DPM SITOMPUL, FIRMAN PH SITOMPUL, HERU NURCAHYO.
Demikian selayang pandang ini dipublikasikan hanya untuk menyempurnakan perkembangan Ju-Jitsu dalam Institut Ju-Jitsu Indonesia yang sudah berkembang secara Nasional.

JU-JITSU INDONESIA I-KYUSHIN – RYU

JU-JITSU INDONESIA  I-KYUSHIN – RYU

I.  ILMU DASAR   :
1.  Tehnik Pengorbanan Bawah  -  Ukemi Waza
2.  Tehnik Kuda – kuda                   -  Fuddodachi
3.  Tehnik Memukul                        –   Suto Ricki
4.  Tehnik Menangkis                     -  Uke Waza
5.  Tehnik Menendang                   -  Keri Waza
6.  Tehnik Melempar                      -  Nage Waza
7.  Tehnik Mengunci                      -  Kanzetsu Waza
8.  Tehnik Pembelaan Diri           -  Goshin Jutsu
9.  Tehnik Pernafasan / Tenaga Dalam   -  Ki Waza
10. Tehnik Ketahanan Tubuh     -  Junbi Undo
II.  KWALIFIKASI  JU-JITSU
1.  Kyu 6   -  Sabuk Putih                                    -  Rokkyu
2.  Kyu 5  -  Sabuk Kuning                                 -  Gokyu
3.  Kyu 4  -  Sabuk Hijau                                    -  Yonkyu
4.  Kyu 3  -  Sabuk Oranye                                -  Sankyu
5.  Kyu 2  -  Sabuk Biru                                      -  Nikkyu
6.  Kyu 1  -  Sabuk Coklat                                  -  Kkyu
7.  Dan 1  -  Sabuk Hitam                                   – Ikdan
8.  Dan 2  -  Sabuk Hitam                                  -  Nikdan
9.  Dan 3  -  Sabuk Hitam                                  – Sandan
10.  Dan 4  -  Sabuk Hitam                                 – Yondan
11.  Dan 5  -  Sabuk Hitam                                 – Godan
12.  Dan 6  -  Sabuk Merah Garis Putih        -  Rokydan
13.  Dan 7  -  Sabuk Merah Garis Putih        – Sichidan
14.  Dan 8  -  Sabuk Merah Garis Putih        – Hichidan
15.  Dan 9  -  Sabuk Merah                                -  Kyudan
16.  Dan 10 – Sabuk Merah                               – Judan
III.  ETIKA PERGURUAN JU-JITSU
1.  Murid dipanggil   : Ju-Jitsan
2.  Guru/Pelatih  dipanggil     :  a.  Sensei untuk –> Ikdan, Nidan, Sandan
b. Sei Han  untuk –> Yondan, Godan
c. Han sei  untuk —> Rokydan s.d. Judan
3. Baju Latihan disebut  : Ju Jitsu Ki
4. Upacara Tradisi Perguruan  – Ricki Undo Jutsu
5.  Sumpah Ju-Jitsu  :
a.  Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b.  Taat kepada orang tua
c.  Sanggup menjada nama baik Ju-jitsu
d.  Bersifat satria dan jujur
e.  Taat kepada pelatih
6.  Semboyan Ju-Jitsu
a.  Berlatih Ju Jitsu demi kemanusiaan
b.  Tidak boleh sombong
c.  Melindungi yang lemah dipihak yang benar
d.  Ju Jitsu digunakan dalam keadaan terpaksa
e.  Dalam latihan tidak ada tawa dan tangis

INTI DASAR JU-JITSU

 
HANSEI  HERU NURCAHYO JUDAN
Pendiri Institut Jujitsu Indonesia
Ketua Dewan Guru Besar Institut Ju-Jitsu Indonesia
Alamat  : Sekretariat Dewan Guru Besar IJI, Komplek Sekretariat Negara RI.  Jalan Agung Utara 5c Blok  A23 No. 27  Sunter Agung Podomoro Jakarta Utara (14350)  Tlp. 081388682054   e-mail : bg.jujitsu@gmail.com    Blog : dgbjujitsu.wordpress.com

 
Badge Lambang Kebesaran
INSTITUT JUJITSU INDONESIA
DASAR
Dasar penyusunan ini adalah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Institut Jujitsu Indonesia, Program Kerja Dewan Guru Besar, serta tidak meninggalkan penjelasan dan keterangan yang sudah diberikan dari tokoh-tokoh pendiri Institut Jujitsu Indonesia.
LATAR BELAKANG
Dengan pesatnya perkembangan beladiri Jujitsu di Indonesia khususnya Institut Jujitsu Indonesia dan semakin dewasanya pemikiran para anggota Jujitsu yang ada diseluruh Indonesia, maka timbul pertanyaan-pertanyaan yang sangat kritis tentang arti dan makna dari badge jujitsu. Oleh karena itu sebagai seorang pelatih dan Anggota Jujitsu haruslah (wajib)  mengetahui apa arti dan makna yang terkandung dari badge jujitsu itu sendiri secara cermat dan detail. Sedangkan untuk memberi arti dan makna yang sebenarnya kadang setiap pelatih atau anggota Jujitsu mempunyai pemahaman dan pengertian yang berbeda dalam menyimpulkan arti dan badge Jujitsu.
TUJUAN
1. Untuk mengatasi penafsiran yang berbeda dari beberapa kalangan Jujitsan.
2. Dapat dipergunakan untuk memberi jawaban atas pertanyaan pertanyaan yang termaksud di dalam badge IJI
3. Untuk memberi kejelasan tentang badge Jujitsu dengan jatidiri dari Institut Jujitsu Indonesia.
PENGERTIAN BADGE DAN FUNGSINYA
Pengertian  :
Asal-usul atau kronologis dari kata Badge berasal dari bahasa Inggris yang mempunyai arti Tanda kepangkatan atau Lencana.  Jadi Badge adalah suatu bentuk atau lambang yang dapat memberi tanda atau identitas dari suatu badan atau organisasi dengan menyematkan badge dalam suatu pakaian atau apapun maka orang dapat mengenal lebih jelas tentang siapa sebenarnya organisasi tersebut.
Fungsi Badge/Lambang
Sesuai dengan arti kata Badge tersebut di atas, bahwa fungsi badge adalah untuk memperkenalkan jati diri dari suatu organisasi, juga sebagai tanda ciri khas lambang dari suatu organisasi/badan.  Di dalam penyusunan badge atau membentuk dari badge ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh di dalamnya seperti  :
1. Warna yang terkandung di dalam badge
2. Bentuk dari badge itu sendiri
3. Dan gambar yang ada dalam badge
PENJELASAN TENTANG BADGE  IJI
Sejarah Badge  IJI
Sejarah pembuatan badge  IJI sangat berhubungan dengan sejarah keberadaan lahirnya beladiri Institut Jujitsu Indonesia  (IJI).
Dahulu beladiri Jujitsu (IJI), masih menggunakan nama Jujitsu I-Kyushin Ryu Bantaran Angin, dan sekarang sudah dikenal berganti dengan Institut Jujitsu Indonesia.
Jadi perbedaan penulisan badge yang dulu dengan saat sudah berbeda, Dulu badge IJI bertuliskan JUJITSU I KYUSHIN RYU, dan sekarang badge IJI sudah bertuliskan INSTITUT JUJITSU INDONESIA, dan ditegah-tengah badge IJI sudah ada tambahan bertuliskan  IJI, dahulu belum ada.
Warna yang ada di dalam Badge  IJI.
  • Putih
  • Kuning
  • Hijau
  • Orange
  • Biru
  • Coklat
  • Hitam
  • Merah
Arti dari warna Badge  IJI
  • Putih   : Lambang dari kesucian dan kebersihan
  • Kuning  : Lambang dari kebesaran
  • Hijau  : Lambang dari kesuburan
  • Orange  : Lambang dari keterbukaan dan kejujuran
  • Biru   : Lambang dari keperwiraan atau ksatria
  • Coklat  : Lambang dari kedewasaan dan keperkasaan
  • Hitam  : Lambang dari ketenangan dan kemantapan
  • Merah  : Lambang dari keberanian dan keagungan
Makna yang terkandung di dalam badge IJI
1. Badge IJI berbentuk lingkaran : Mengandung pengertian kebulatan tekad dan semangat yang bulat untuk melaksanakan Persatuan dan Kesatuan berdasarkan kekluargaan dan berlandaskan Pancasila.Mengandung pengertian kebulatan tekad dan semangat yang bulat untuk melaksanakan Persatuan dan Kesatuan berdasarkan kekluargaan dan berlandaskan Pancasila.
2. Warna dasar putih  : Lambang dari kesucian dan kebersihan dari setiap anggota Jujitsan untuk dapat berfikir, berbicara dan bersikap jujur di dalam kehidupan sehari-hari.
3. Warna dasar kuning di tengah-tengah  : Warna kuning adalah lambang kebesaran, yang dahulu merupakan symbol Budha, Jujitsu mengakui dari bangsa atau orang yang pertama kali mengembangkan ilmu beladiri adalah Budha. Maka dengan simbol dasar kuning yang ada ditengah-tengah, secara khusus mengandung arti dari Jujitsu adalah beladiri yang besar dan seorang Jujitsan haruslah selalu berjiwa besar.
4. Warna hijau yang membatasi dikedua sisi tengah  : warna hijau melambangkan dari kesuburan, yang mengandung makna bahwa IJI dapat dikembangkan dan tumbh subur diseluruh wilayah Nusantara, karena Jujitsu adalah beladiri yang elit, komplit, feksibel dan sangat langka keberadaannya, dan letak posisi membatasi dikedua sisi tengah melambangkan bahwa Jujitsu mengutamakan sikap keseimbangan dalam kehidupannya, seperti keseimbangan antara kehidupan Jasmani dan Rohani.
5. warna Orange  : Lambang dari keterbukaan dan kejujuran, warna orange terdapat di dalam gambar telapak tangan yang mempunyai makna bahwa Jujitsu merupakan beladiri yang dapat dipelajari oleh siapapun diseluruh Nusantara ini dan kejujuran haruslah selalu berada dalam setiap hati seorang Jujitsan.
6. Warna Biru  : melambangkan keperwiraan dan ksatria. Warna biru terdapat pada tulisan ‘INSTITUT JUJITSU INDONESIA’ , yang mempunyai makna bahwa jika seorang jujitsan telah menyandang sabut biru atau predikat seorang jujitsu, maka haruslah mampu menjaga nama baik Jujitsu serta selalu bersikap ksatria dalam segala hal, juga dapat menjaga keperwiraan sesuai dengan sumpah dan semboyan Jujitsu.
7. Warna coklat  : melambangkan kedewasaan, warna coklat terdapat didalam gambar kaki, yang mempunyai arti keperkasaan dari beladiri jujitsu, selalu bersikap adil dan kedewasaan Jujitsu untuk dapat berdiri tegak secara mandiri dan percaya diri.
8. Warna Hitam disisi telapak tangan  : melambangkan ketenangan dan kemantapan, yang mempunyai makna bahwa seorang Jujitsu haruslah mempunyai ketenangan dalam setiap hal baik lahir maupun bathin, bertindak secara tegas dan mantap, sisi kanan berwarna hitam melambangkan sikap yang terbuka dan bersahabat terhadap siapapun.
9. warna merah di dalam lingkaran luar dan dalam  : melambangkan keberanian dan keagungan yang mempunyai makna bahwa seorang jujitsan yang telah menyandang sabuk merah, berani melindungi segenap anggota jujitsan, melindungi organisasi jujitsu serta dapat mengayomi seluruh aspek kehidupan dalam jujitsu, keagungan yang berarti bahwa seorang jujitsan sabuk merah merupakan lambang dari kekuatan jiwa yang tak pernah punah dan contoh bagi seluruh insan beladiri yang ada di seluruh dunia.
10. Tulisan IJI dalam lingkaran kuning  : melambangkan identitas khusus dari beladiri Jujitsu ‘IJI’ dengan pembaharuan menjadi nama ‘ Institut Jujitsu Indonesia’ yang mampu bersaing dan berkembang pesat hingga kini dengan kebesaran IJI dan kejayaan.
11. Lambang sinar berwarna merah  : mempunyai makna bahwa Jujitsu menjadi terang bagi kedamaian di dunia dan seorang jujitsan haruslah menjadi sinar kehidupan bagi setiap insan di seluruh dunia, dan jujitsu dapat bersinar terang di seluruh Nusantara, karena dengan sinar setiap orang dapat melihat segala bentuk kehidupan baik yang buruk maupun yang buruk.
KESIMPULAN
Menjalankan suatu organisasi tentu saja akan banyak mendapatkan kendala dan masalah yang menghadang disetiap perjalanannya, oleh karena itu kita harus selalu mengantisipasi setiap kendala tersebut dengan terus belajar menimba ilmu. Dan dengan adanya informasi melalui blog ini setiap Jujitsan dapat sedikit mengatasi segala kendala atau masalah yang timbul khususnya dengan pengetahuan tentang Badge Lambang Institut Jujitsu Indonesia.
SARAN
Marilah setiap insan Jujitsu untuk meningkatkan pendalaman terhadap perkembangan Ilmu Jujitsu agar setiap perkembangan lebih baik lagi, dan dengan mengetahui arti dan makna dari badge IJI kita dapat menjawab segala pertanyaan , tantangan, dan masalah yang timbul di dalam perkembangan Jujitsu.
HARAPAN
Mengingat masih adanya setiap Jujitsan yang mungkin belum mengatahui lebih jelas tentang arti dan makna dari Badge IJI, maka kami berharap setiap jujitsan untuk memberi pengetahuan kembali kepada setiap anggota Jujitsu yang lainnya sesuai dengan apa yang telah diberikan dan diturunkan oleh para pendiri, tokoh-tokoh Institut Jujitsu Indonesia.

Rabu, 26 Mei 2010

ju-jitsu is my live artikel

Jujutsu (bahasa Jepang: 柔術, jūjutsu; juga jujitsu, ju jutsu, ju jitsu, atau jiu jitsu) adalah nama dari beberapa macam aliran beladiri dari Jepang. Tidaklah betul jika dikatakan bahwa Ju-Jitsu mengacu pada satu macam beladiri saja.
Jujutsu pada dasarnya adalah bentuk-bentuk pembelaan diri yang bersifat defensif dan memanfaatkan "Yawara-gi" atau teknik-teknik yang bersifat fleksibel, dimana serangan dari lawan tidak dihadapi dengan kekuatan, melainkan dengan cara "menipu" lawan agar daya serangan tersebut dapat digunakan untuk mengalahkan dirinya sendiri. Dari seni beladiri Jujutsu ini, lahirlah beberapa seni beladiri lainnya yang mempunyai konsep defensif serupa, yaitu Aikido dan Judo, keduanya juga berasal dari Jepang.
Jujutsu terdiri atas bermacam-macam aliran (Ryuha), namun pada garis besarnya terbagi atas dua "gaya", yaitu tradisional dan modern. Gerakan dari kedua macam "gaya" Jujutsu ini adalah hampir sama, namun jurus-jurus Jujutsu modern sudah disesuaikan dengan situasi pembelaan diri di zaman modern, sedangkan jurus-jurus Jujutsu tradisional biasanya mencerminkan situasi pembelaan diri di saat aliran Jujutsu yang bersangkutan diciptakan. Sebagai contoh, Jujutsu yang diciptakan di zaman Sengoku Jidai (sebelum Shogun Tokugawa berkuasa) menekankan pada pertarungan di medan perang dengan memakai baju besi (disebut Yoroi Kumi Uchi), sedangkan yang diciptakan di zaman Edo (sesudah Shogun Tokugawa berkuasa) menekankan pada beladiri dengan memakai pakaian sehari-hari (Suhada Jujutsu).
Teknik-teknik Jujutsu pada garis besarnya terdiri atas atemi waza (menyerang bagian yang lemah dari tubuh lawan), kansetsu waza/gyakudori (mengunci persendian lawan) dan nage waza (menjatuhkan lawan). Setiap aliran Jujutsu memiliki caranya sendiri untuk melakukan teknik-teknik tersebut diatas. Teknik-teknik tersebut lahir dari metode pembelaan diri kaum Samurai (prajurit perang zaman dahulu) di saat mereka kehilangan pedangnya, atau tidak ingin menggunakan pedangnya (misalnya karena tidak ingin melukai atau membunuh lawan).
Aliran Jujutsu yang tertua di Jepang adalah Takenouchi-ryu yang didirikan tahun 1532 oleh Pangeran Takenouchi Hisamori. Aliran-aliran lain yang terkenal antara lain adalah Shindo Yoshin-ryu yang didirikan oleh Matsuoka Katsunosuke pada tahun 1864, Daito-ryu yang didirikan oleh Takeda Sokaku pada tahun 1892, Hakko-ryu yang didirikan Okuyama Ryuho pada tahun 1942, dan banyak aliran lainnya.

Daftar isi

[sembunyikan]

Jujutsu Tradisional dan Non-Tradisional

Di Indonesia, ada beberapa perguruan Jujutsu/Ju-Jitsu yang cukup populer. Di berbagai kota besar dapat dijumpai perguruan-perguruan Jujutsu/Ju-Jitsu, antara lain PORBIKAWA (Persatuan Olahraga Beladiri Ishikawa) yang didirikan oleh Murid Tunggal Master Yoshen Ishikawa yaitu Bp. Tan Sing Tjay (Soetikno)pada tahun 1949 dengan nama :Ishikawa Jiu Jitsu Club. Perguruan Jiujitsu Club Indonesia (JCI) yang didirikan oleh Bp. Ferry Sonneville pada tahun 1953, perguruan Institut Ju-Jitsu Indonesia (IJI) dengan pendiri-pendirinya: Drs. Firman Sitompul (DAN X) dan Prof Irjen Pol Drs. DPM. Sitompul, SH., MH (DAN X) pada tahun 1982, perguruan Goshinbudo Jujutsu Indonesia (GBI) yang didirikan oleh Bp. Ir. C.A. Taman M.Eng, Nanadan Renshi-Shihan dan Bp. Ben Haryo S.Psi, M.Si, Godan-Shihan pada tahun 1990-an, perguruan Take Sogo Budo yang didirikan oleh Bp. Hero Pranoto pada tahun 1995, dan perguruan Samurai Jujutsu Indonesia (SJJI) yang didirikan oleh Bp. Budi Martadi atau Efer martadi pada tahun 2000.
Perguruan PORBIKAWA, JCI, IJI dan Take Sogo Budo telah mengembangkan berbagai teknik beladiri baru yang disesuaikan dengan bangsa Indonesia, misalnya dengan mengkombinasikan teknik-teknik dari beladiri lain kedalam silabusnya dan menciptakan teknik-teknik baru yang lebih sesuai dengan situasi pembelaan diri di Indonesia. Sehingga disebut sebagai perguruan yang independen dan tidak terikat dengan tradisi dari negara asal Jujutsu (Jepang).
Pendekatan yang berbeda diambil oleh Perguruan Goshinbudo Jujutsu Indonesia (GBI) berafiliasi dengan JKF-Wadokai (beraliran Wado) dan Sekai Dentokan Renmei (beraliran Hakko-ryu) [1] sedangkan Samurai Jujutsu Indonesia (SJJI) berafiliasi dengan Kokusai Jujutsu Renmei [2]. Kedua perguruan diatas beraliran Jujutsu tradisional/murni, karena gerakannya didasarkan pada teknik-teknik Jujutsu Jepang sesuai aslinya, tanpa perubahan atau inovasi lokal dari anggota-anggota yang ada di Indonesia. Di perguruan GBI misalnya, diajarkan waza (teknik) yang berasal dari Hakko-ryu Jujutsu, Wado-ryu dan Yoshin-ryu Jujutsu, Sedangkan di perguruan SJJI, diajarkan teknik dari Hontai Takagi Yoshin-ryu Jujutsu, Asayama Ichiden-ryu Jujutsu dan beberapa aliran lainnya. Karena itu kedua perguruan ini disebut sebagai Jujutsu tradisional atau "ortodoks".
Ciri khas Jujutsu tradisional antara lain adalah tidak memiliki format pertandingan/kompetisi, serta masih menjalin hubungan dengan hombu dojo (dojo induk) yang ada di negara asal Jujutsu, yaitu Jepang. Sedangkan Jujutsu modern (seperti Gracie Jiu-Jitsu dari Brazil) biasanya menekankan pada pertandingan/kompetisi dan sudah tidak memiliki hubungan keorganisasian dengan negara asalnya (Jepang).
Beberapa orang ahli Jujutsu di luar Jepang ada yang mengembangkan aliran seni beladirinya sendiri, yang kemudian diberi nama Jujutsu untuk menjelaskan bahwa walaupun aliran tersebut diciptakan diluar Jepang, namun awalnya berasal dari beladiri Jepang. Beladiri Ketsugo Ju-Jitsu ( Jujutsu) misalnya, diciptakan sendiri oleh Prof. Harold Brosious dari USA setelah mempelajari Jujutsu Jepang dan melakukan berbagai pengembangan. Demikian juga dengan Small Circle Ju-Jitsu yang diciptakan oleh Prof. Wally Jay.

Perguruan Jujutsu di Indonesia

Ada banyak organisasi Jiu-Jitsu (Jujutsu) di Indonesia, dimana yang tertua adalah Jiujitsu Club Indonesia (JCI) yang didirikan oleh alm. Bp. Ferry Soneville pada tahun 1950. Bp. Soneville juga dibantu oleh Bp. M.A. Affendi dan beberapa ahli beladiri lainnya saat merintis perguruan beliau. Perguruan ini sampai sekarang (2007) masih aktif dibawah pimpinan Bp. Prayitno, seorang pebeladiri senior yang sempat tinggal lama di Australia dan belajar dibawah bimbingan Mr. Jan de Jong, seorang murid langsung dari grandmaster Minoru Mochizuki.
Sebelum kemerdekaan Indonesia, yaitu pada masa penjajahanxcb Belanda, tepatnya tahun 1920an, di Jawa Tengah ada tercatat perguruan Tsutsumi Hozan-ryu Jujutsu yang diasuh oleh keluarga Saito (Mr. Jan de Jong tercatat sebagai anggota perguruan ini), dan perguruan Jujutsu jalan Kranggan Surabaya yang diasuh oleh Mr. Isuki Watanabe. Namun kedua perguruan ini tidak aktif lagi semenjak perang dunia ke II, walaupun masih ada murid-murid perguruan tersebut yang tetap setia mengajarkan Jujutsu diluar Indonesia.
Selepas perang dunia ke II, beberapa tokoh Judo yang juga menguasai Jujutsu mengajarkan beladiri Jujutsu sebagai bagian dari teknik self-defense yang diajarkan kepada murid-murid Judo. Diantara guru-guru tersebut adalah Mr. Seichi Makino dan Mr. Dick Schilder, keduanya mengajarkan Jujutsu di Pulau Jawa.

Perguruan Jujutsu era-70 sampai sekarang

Pada era 1970an, beberapa orang pemuda Indonesia yang dulu berlatih di luar negeri dan kembali ke Indonesia turut meramaikan khasanah kekayaan seni beladiri Jujutsu di Indonesia, antara lain adalah Bapak C.A. Taman yang kemudian mendirikan perguruan Wadokai pada tahun 1972 dan turut membidani kelahiran perguruan Goshinbudo Jujutsu Indonesia (GBI) pada tahun 1997. C.A. Taman adalah satu-satunya putra bangsa Indonesia yang sempat berlatih langsung dengan grandmaster Hironori Otsuka, sang pewaris ke 4 dari aliran Shindo Yoshin-ryu Jujutsu dan pendiri aliran Wado-ryu Karate. Ben Haryo, yang sekarang menjadi instruktur kepala (wakil guru besar) untuk GBI, adalah murid langsung beliau. Selain Ben Haryo, orang lain yang berjasa kepada perkembangan GBI adalah Saleh Jusuf, seorang ahli beladiri yang lama tinggal di Negeri Belanda, dan semasa tinggal disana sempat mempelajari Judo dari Mr. Willem Ruska (juara Olympiade), Jujutsu dari Mr. John Phillips dan Sambo (gulat Rusia) dari Mr. Chris Doelman.
GBI di Indonesia dikenal sebagai organisasi "kosmopolitan" karena sering menerima murid dari kalangan orang asing, dan berafiliasi dengan banyak guru besar Jujutsu yang berada di luar negeri. Nama-nama seperti Prof. George Kirby (American Jujutsu Association, USA), Prof. Harold Brosious (Ketsugo Jujutsu USA) dan Col. Roy Hobbs (Sekai Dentokan Renmei) masih tercatat sebagai anggota dewan penasehat GBI. Aliran Dentokan Aiki Jujutsu yang diajarkan oleh Col. Roy Hobbs, disebarkan di Indonesia oleh Bp. Ben Haryo, dan diajarkan sebagai salah satu aliran Jujutsu yang berada dalam ruang lingkup GBI Club. Pada bulan Maret 2009, Col. Roy Hobbs mengutus Mr. Andy Roosen (DAN-5) untuk mengunjungi markas GBI di Jakarta dan melakukan seminar kecil untuk beladiri praktis (Goshin Jutsu dan Aiki Jujutsu), latihan gabungan, penyeragaman teknik dan perbandingan hasil riset, sekaligus merayakan ulang tahun GBI dan meresmikan GBI sebagai Dentokan Indonesia, dibawah pimpinan Ben Haryo sebagai pelatih resmi pertama di Indonesia, dan tercatat dalam sejarah sebagai murid pertama Col. Roy Hobbs di Asia Tenggara. Col. Hobbs sendiri mempelajari seni beladiri Aiki Jujutsu tersebut dari guru besar Okuyama Ryuho (dari aliran Hakko-ryu) dan Irie Yasuhiro (dari aliran Kokodo-ryu) di Jepang pada tahun 1980an-1990an sampai dinobatkan sebagai Shihan (Master Instructor) oleh guru besar Ryuho Okuyama dan Menkyo Kaiden (sudah menamatkan seluruh pelajaran dalam perguruan) oleh Irie Yasuhiro.
PORBIKAWA-KARATEDO INDONESIA Selain nama-nama diatas, tidak dapat dilupakan keberadaan perguruan PORBIKAWA (Persatuan Olah Raga Beladiri Ishikawa) yang didirikan oleh murid langsung dari Master Yoshen Ishikawa, yaitu Bp. Tan Sing Tjay (Soetikno) pada tahun 1949 dengan nama perguruannya : " Ishikawa Jiu jitsu Club " di Surabaya. Selain Soetikno belajar ilmu tsb.diatas, memang sejak masa kanak-kanaknya telah menggemari ilmu silat ( Kun Tao ) sejak usianya baru 10 tahun, ia telah pula ikut-ikut belajar ilmu silat Kun Tao tsb dari 2 orang guru Kun Tao-nya dari aliran-aliran yang berbeda.
Menurut Soetikno, Ilmu Silat atau Ilmu beladiri tidaklah sempurna apabila orang hanya mampu membela diri dengan salah satu jenis aliran saja, oleh karena dalam suatu perkelahian tidak bakal hanya terjadi pukul-memukul atau bergumul belaka, melainkan akan terjadi segala bentuk gerakan tehnik perlawanannya, apakah itu pukulan, tendangan maupun pergumulan dsb.
Sejak berkembang pesatnya di tahun 1963, maka club tersebut diubah namanya untuk menyesuaikan dengan isinya yang ada saat itu, maka dinamailah PORBIKAWA dari singkatan:Persatuan Olah Raga Beladiri Ishikawa, adalah pencantuman nama gurunya dengan mengingat jasa-jasanya yang pernah menganjurkan agar Soetikno belajar tehnik beladiri yang lain selain Jiu Jitsu, agar Soetikno lebih mendapat pandangan luas dalam bidang seni beladiri, karena ilmu yang manapun saja pasti akan terus berkembang tanpa hentinya seirama dengan kemajuan jaman.
Pada tahun 1972, PORBIKAWA mendapat undangan dari konggres PORKI (Belum FORKI) di Jakarta dan telah hadir 24 Aliran seni beladiri Karate se-Indonesia. Kongres itu telah berhasil membentuk suatu wadah besar Bernama Federasi OlahRaga Karate-Do Indonesia (FORKI)dan menampung seluruh aspirasi aliran dan PORBIKAWA berubah menjadi PORBIKAWA KARATE-DO INDONESIA hingga sekarang ini. Perguruan ini sampai sekarang masih eksis, dan berpusat di Surabaya.
Perguruan Jujutsu lainnya yang masih eksis di Indonesia adalah Take Sogo Budo yang dipimpin Hero Pranoto, dan KYUURAI yang dipimpin oleh Sensei Darmawan.Perguruan Kyuurai Jujitsu dirintis pertama kali di Gelanggang Generasi Muda Bandung tahun 2000. Berkembang di Universitas Katolik Parahyangan Bandung dirintis oleh Renshi Ichi-Dan Yosafat Tunjung, Bulungan, Jakarta Selatan, dirintis oleh Sempai Tagor Ricardo, Sempai Beverly Charles, dan Sempai Ira Hutabarat ,dikembangkan di Batamindo-Batam Kep.Riau dirintis oleh DR John Sulistiawan,bersama dengan Renshi Ichi-Dan Khufran Hakim Noor dan Rizka Billitania.Aliran Kyuurai menitik beratkan pada pemahaman dan filosofi gerak koshi no mawari yang langka.Dan sistem pengobatan yang berdasarkan pada Kokyu-ho dan pengaturan pola makanan dengan buah-buahan dan sayuran.http//www.jujitsu-kyuurai@blogspot.com
Selain itu tidak boleh dilupakan bahwa aliran Kushin-ryu Jujutsu yang diajarkan oleh Mahaguru Matsuzaki Horyu juga diajarkan sebagai bagian dari silabus perguruan Kushin-ryu M Karatedo Indonesia, oleh murid-murid beliau yang berkebangsaan Indonesia, yaitu Bp. Buchori dan Bp. Hambali
Dari tinjauan diatas dapat kita lihat bahwa di Indonesia ada cukup banyak perguruan seni beladiri Jujutsu dengan berbagai alirannya.
Seni beladiri Jujutsu di Indonesia belum mencapai kemajuan yang pesat dan mencapai popularitas seperti dialami oleh beladiri lainnya, karena di Indonesia belum ada wadah yang dapat menjadi ajang silaturahmi dan kerjasama semua perguruan Jujutsu yang ada, tidak seperti Pencak Silat yang dapat bersatu lewat IPSI nya dan Karatedo yang dapat bersatu lewat FORKI. Jika perguruan-perguruan Jujutsu yang berbeda-beda aliran di Indonesia dapat mencapai kata sepakat untuk membentuk suatu wadah persatuan dan kerjasama, dimana semua perguruan bisa duduk sebagai mitra yang sejajar dan saling menghormati, maka perkembangan beladiri Jujutsu di Indonesia tentu tidak akan kalah kemajuannya dengan olahraga beladiri Jepang lainnya.
Salah satu perguruan Jujutsu di Indonesia yang cukup sukses dan berhasil memiliki anggota dalam jumlah besar adalah dari aliran Kyushin Ryu. Jiu-Jitsu aliran "Kyushin Ryu" yang kabarnya masuk ke Indonesia pada masa pergolakan Perang Dunia II (1942) di bawa oleh seorang tentara Jepang yang bernama Ishikawa. Karena itu Jiu-jitsu Indonesia (skrg. IJI-Institut Jiu-Jitsu Indonesia) dikenal dengan aliran I Kyushin Ryu.
Ishikawa kemudian mewariskan ilmunya kepada R. Sutopo (seorang ahli Silat dari BANTAR ANGIN Ponorogo) yang kemudian diturunkan kepada kelima muridnya yaitu Drs. Firman Sitompul(Dan X),Prof. Irjen(Pol)Drs. DPM Sitompul, SH, MH(Dan X), Drs. Heru Nurcahyo (Dan VIII), Drs. Bambang Supriyanto (Dan VI), dan Drs. Heru Winoto (Dan V). Kelima murid inilah yang menjadi cikal bakal tumbuh dan berkembangnya Jiu-Jitsu aliran IJI di Indonesia. Salah satu penerusnya adalah Drg. Poul DH Sitompul, M.M (Dan IV) yang langsung belajar dari kedua pamannya (Drs. Firman Sitompul, Dan X dan Prof. Irjen. Drs DPM Sitompul, SH., MH., Dan X)Perguruan IJI hanya mengajarkan aliran Ju-Jitsu hasil karya Raden Sutopo dan tidak mengajarkan aliran Ju-Jitsu lainnya. Sedangkan ilmu warisan dari Master Ishikawa yang sesuai bentuk aslinya diajarkan di perguruan PORBIKAWA yang sekarang masih eksis di Surabaya.
Untuk mengembangkan Jiu-Jitsu hasil karya Bp. Sutopo ini ke seluruh Indonesia maka kemudian pusat pengembangan Ju-Jitsu dipindahkan ke Jakarta. Di sinilah dibentuk suatu organisasi resmi dan berbadan hukum yang bernama " Institut Jiu-Jitsu Indonesia " disingkat " IJI ", tepatnya tanggal 8 Desember 1981.
Pada tahun itu juga saat diadakan demonstrasi bela diri Jiu-Jitsu aliran IJI di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta, Jiu-Jitsu Indonesia aliran IJI berhasil mendapatkan surat penghargaan dari staf Kedutaan Besar Jepang, Mr. Keiji Iwasaki & Mr. Yuji Hamada.
Hingga saat ini Jiu-Jitsu aliran IJI telah masuk di POLRI dan juga di berbagai kesatuan militer seperti KOPASSUS, KOSTRAD, PASPAMPRES, MARINIR dll. Jiu-Jitsu juga dikembangkan di sekolah-sekolah, instansi-instansi pemerintah maupun swasta dan juga di perguruan tinggi.
Menurut para praktisi Jiu-Jitsu aliran IJI ini, Secarah harfiah kata Jiu atau Ju didalam IJI berarti lentur atau fleksibel dan kata Jitsu atau Jutsu berarti teknik atau cara/metode. Maka Ju-Jitsu berarti bela diri yang fleksibel. Jiu-Jitsu IJI karena merupakan kombinasi bermacam-macam teknik dari berbagai sumber, maka ajarannya pun beragam; ada teknik keras ada juga teknik lembut/halus, ada teknik menyerang ada teknik bertahan, ada teknik menggunakan kekuatan fisik ada pula dengan tenaga dalam dan pernafasan, serta banyak teknik tangan kosong dan teknik menggunakan senjata. Apalagi para anggota IJI jika sudah mencapai sabuk hitam maka dianjurkan untuk meriset/mengembangkan sendiri teknik-teknik dasar IJI, termasuk juga dapat mengambil teknik dari beladiri lain, sehingga memperkaya perbendaharaan teknik di IJI.
Intinya Jiu-Jitsu versi IJI menghalalkan segala cara agar dapat menguasai lawan. Sehingga dapat dikatakan bahwa Jiu-Jitsu versi IJI adalah teknik bertarung bebas, jadi bukanlah sport. Akan tetapi dalam masa modern ini Jiu-Jitsu IJI juga mulai marak menggiatkan Sport Jiu-Jitsu sehingga muncul banyak sekali even-even pertandingan Ju-Jitsu IJI yang berskala Nasional. Oleh karena itu, IJI adalah pelopor pertandingan Sport Ju-Jitsu di Indonesia, yaitu pertandingan internal IJI sendiri (tidak diikuti oleh perguruan lain) dengan peraturan yang hanya berlaku untuk anggota IJI.
Adalah lazim bagi perguruan-perguruan Jujutsu yang independen untuk membuat peraturan pertandingan sendiri, karena belum ada badan dunia yang secara aklamasi dipilih oleh semua perguruan Jujutsu untuk mensyahkan peraturan yang disepakati bersama. Bahkan di negara-negara besar di dunia Internasional menggunakan standar nasionalnya masing-masing, misalnya di Amerika antara lain menggunakan standar American Jujutsu Association [www.americanjujitsuassociation.org] sedangkan di Eropa antara lain menggunakan standard European Budo Council [3]. Namun sejak tahun 1998 sudah mulai ada kemajuan yang signifikan dengan berdirinya Ju-Jitsu International Federation (JJIF).

Ju-Jitsu International Federation (JJIF)

Sejak tahun 1980an sudah ada wacana untuk menjadikan Jujutsu/Ju-Jitsu sebagai sebuah cabang olahraga Olympiade. Oleh karena itu, pada tahun 1998, atas prakarsa persatuan-persatuan di Eropa berdirilah Ju-Jitsu International Federation (JJIF) [4] sebagai badan dunia yang mengatur dan meregulasi cabang olahraga Sport Ju-Jitsu. Perlu dicatat bahwa JJIF hanya berwewenang atas pertandingan Sport Ju-Jitsu saja dan tidak punya wewenang atas seni beladiri Jujutsu secara keseluruhan.
JJIF adalah anggota dari International World Games Association (IWGA) dan General Association of International Sport Federations (GAISF), serta sedang memperjuangkan agar Sport Ju-Jitsu versi JJIF ini dapat menjadi cabang olahraga Olympiade. JJIF didukung terutama di Eropa oleh negara-negara besar seperti Denmark, Sweden dan Jerman, sedangkan di Asia didukung terutama oleh Korea Selatan dan Pakistan. Pada tahun 2009, Sport Ju-Jitsu akan menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan di 1st Asian Martial Arts Games yang telah dilangsungkan pada tanggal 25 April sampai 5 Mei 2009 di Bangkok, Thailand, serta menjadi cabang eksibisi pada Asian Indoor Games yang dilangsungkan bulan November 2009.

me

me
JU - JITSU IS MY LIVE N FIRST LOVE

Pengikut

Mengenai Saya